Patah

"Kau tau pensil-pensil itu, yang tampak tajam setelah kau raut sedemikian sering hingga tak bisa meruncing lagi? Kau bisa melihatnya patah sekarang."

Aku menggoreskannya pada kertas putih yang kau hamburkan di atas mejamu tadi malam. Aku hanya akan menulis namamu. Tapi kau tau? Ia patah.
Ia tak sekuat penampakannya ternyata, yang tajam seolah bisa menyakiti siapapun yang ingin menyentuhnya. Pada kenyataannya, ia rapuh.
Ahh, dia telah begitu banyak terluka ternyata. Bahkan bukti lukanya masih berserakan di lantai kamarmu. Masih menunggu seseorang yang akan membersihkannya, entah siapa.
Kau tau perempuan itu, yang tampak tegar setelah kau sakiti sedemikian sering hingga tak bisa menangis lagi?
Lihatlah, ia patah.



up